Jumat, 09 Mei 2008

Ahli Manajemen Waktu

Suatu hari, seorang ahli 'Manajemen Waktu' berbicara didepan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan para siswanya.
Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata, "Baiklah, sekarang waktunya kuis."
Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran satu galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya diatas meja. Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu kedalam toples.
Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?" Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah."
Kemudian dia berkata, " Benarkah? Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah2 batu-batu itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi, "Apakah toples ini sudah penuh?"
Kali ini para siswanya hanya tertegun, "Mungkin belum", salah satu dari siswanya menjawab.
"Bagus!" jawabnya
Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan.
Sekali lagi dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?"
"Belum!" serentak para siswanya menjawab
Sekali lagi dia berkata, "Bagus!"
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.
Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kpd para siswanya dan bertanya, "Apakah maksud dari ilustrasi ini?" Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya""Bukan", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa : Kalau kamu tidak meletakkan batu besar itu sebagai yg pertama, kamu tidak akan pernah bisa memasukkannya ke dalam toples sama sekali. Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, pendidikanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Hobbymu. Waktu untuk dirimu sendiri. Kesehatanmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar ini sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk melakukannya. "Jika kamu mendahulukan hal-hal kecil (kerikil dan pasir)dalam waktumu maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal kecil, kamu tidak akan punya waktu berharga yg kamu butuhkan untuk melakukan hal-hal besar dan penting (batu-batu besar) dalam hidupmu.



Selengkapnya......

Ia Melihat Wajah Allah Bersinar

Dalam bukunya "Blessings and Woes", Megam McKenna menceritakan kisah seorang pemotret yang mengamati dunia lewat lensa kameranya, namun gagal membidik gambar yang terpenting dalam hidupnya।Diakhir tahun 1980'an Ekuador dilanda krisis ekonomi berat। Lalu, dalam proporsi besar sekali, terserang epidemi wabah kolera. Seakan masih kurang, bencana alam silih menghantam memporak perandakan seluruh desa2 maupun kota2. PBB maupun Pelayanan Bantuan Katolik merespon dengan membawakan persediaan jagung, produk2 kedelai, susu, buah2an, tortilla (makanan dari tepung jagung), beras dan kacang2an.Juru potret itu mengambil posisi disuatu jalan utama dimana orang2 sakit, mereka yang kelaparan, orang2 yang sudah letih lesu saling berbaris menunggu pembagian makanan. Ia sudah terlatih untuk mengawasi detail2 kecil dan situasi umumnya yang sedang berkembang.Ia tertarik pada seorang gadis -- kurus kering dan dekil kotor, sekitar 9 atau 10 tahun umurnya. Diamatinya, selagi gadis ini dengan sabar antri, matanya selalu tertuju pada tiga anak lain lagi yang saling erat berjongkok dibawah sebuah pohon besar, memayungi diri dan menghindar dari terik panas matahari. Dua bocah laki2, sekitar umur 5 dan 7, saling menggandeng seorang gadis kecil sekitar 3 tahun. Karena perhatiannya teralihkan, gadis itu tidak melihat bahwa pekerja2 sosial itu sedang kehabisan persediaan makanan.Jantung ahli potret itu berdetak keras. Kameranya juga sudah siap.Setelah ber-jam2 terjemur dibawah matahari, gadis kecil itu akhirnya mendapatkan giliran dilayani. Yang ia terima cuma sebuah pisang. Tetapi, reaksinya begitu memukau dan seakan melumpuhkan tukang potret ini. Pertama, wajahnya menyala, bersinar dalam sebuah senyum begitu manis. Ia menerima pisang itu dan membungkuk pada pekerja sosialnya. Lalu cepat2 sekali ia berlari menuju ketiga anak2 kecil dibawah pohon tadi. Dengan amat hati2 ia menguliti, membaginya rata dalam 3 potong dan dengan sopan, hati2 sekali, ditaruhnya masing2 kedalam tangan tiap anak. Bersama2 mereka menundukkan kepala dan berdoa mengucap syukur! Lalu, perlahan2, mereka memakan potongan pisang, benar2 menikmati setiap gigitannya, sedang gadis tertua itu mengisapi kulitnya.Tukang potret itu terdiam seribu bahasa. Tak tertahan lagi, ia mulai menangis ter-sedu2, lupa samasekali akan semua kamera2nya dan akan tujuan utamanya ia hadir disana. Belakangan, setelah sadar kembali, ia bertutur, ketika sedang mengamati gadis itu, ia melihat wajah Allah bersinar. Ia sempat mengintip secuil kecil Kerajaan Allah dalam wajah dan tindakan2 seorang gadis miskin jalanan yang begitu kaya dalam kemurahan hati, cinta kasih dan saling kepedulian.Ia memang benar: itu memang wajah Allah yang dilihatnya didalam diri gadis kecil itu yang "mematikan" kebutuhan2nya sendiri agar yang lain2nya bisa dipuaskan dan hidup. Dan adalah wajah Allah yang kita lihat dalam diri Yesus yang berlutut di lantai, mencuci segala tanah dan kotoran yang melekat dikaki para murid2Nya, dan membasuh dengan tanganNya sendiri.

(JM)Excerpted from Sambuhay by Society of St. PaulThe God We Encounter at the Super Table (orig. title)Shared by Joe Gatuslao -- Philippines




Selengkapnya......

NASKAH ASLI ALKITAB


Alkitab-alkitab dalam bahasa modern yang tersedia sekarang ini (Indonesia, Inggris, Belanda, Jerman, dan lain-lain sebagainya) adalah karya terjemahan. Para penerjemah atau organisasi yang menerbitkan karya terjemahan itu menyatakan bahwa naskah sumber bagi karya terjemahan itu adalah teks kitab suci berbahasa asli, yakni Ibrani untuk sebagian besar Perjanjian Lama, Aram untuk sebagian kecil Perjanjian Lama, dan Yunani untuk Perjanjian Baru. Apapun teks kitab suci berbahasa asli Alkitab yang dirujuk sebagai naskah sumber penerjemahan, sesungguhnya teks-teks tersebut bukanlah ‘teks asli’, dalam arti: teks pertama yang berasal dari penulis pertamanya. Sebaliknya, teks-teks berbahasa Ibrani dan Yunani itu adalah hasil upaya para pakar yang telah bekerja keras menemukan kembali teks-teks yang diperhitungkan lebih dekat ke teks ‘asli’. Karena keterbatasan fasilitas penggandaan bahan pada waktu itu, maka teks-teks kuno itu disalin secara ‘tulis tangan’. Setiap teks kuno mempunyai banyak salinan, bahkan salinan dari salinan.
Pada zaman itu (kuno), pekerjaan menyalin sepertit itu dilakukan oleh penulis professional yang tentu saja diberi upah. Pada kemudian hari (abad pertengahan), pekerjaan tersebut dilakukan oleh para biarawan. Menyalin, ketika itu, bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat fasilitas penunjang, seperti alat penerangan, meja dan kursi kerja, juga sangat terbatas. Dalam situasi yang sangat tidak menunjang seperti itu, sekalipun barangkali sudah berjuang secara maksimal supaya tidak melakukan kesalahan dalam proses penyalinan, tetap saja yang namanya kekeliruan itu bisa terjadi, sengaja atau tidak. Kekeliruan sengaja terjadi ketika misalnya ketika penyalin bertemu dengan kata atau huruf yang tidak jelas lalu ia harus mengambil keputusan sendiri kira-kira apa sebetulnya kata atau huruf itu. Kekeliruan tidak sengaja terjadi, minsalnya, ketika penyalin secara tidak sadar melewatkan satu huruf, kata, atau bahkan satu frasa. Naskah-naskah salinan yang demikian terbawa terus dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Jika mengingat situasi ini, maka tidak mengherankan jika ditemukan ketidaksamaan antara salinan yang satu dengan salinan yang lainnya untuk satu bagian Alkitab yang sama.
Menurut catatan, untuk naskah-naskah (salinan kitab-kitab) Perjanjian Baru saja, didapati sekitar 250.000 kasus. Dalam bahasa teknisnya, perbedaan seperti ini disebut ‘variants’. Nah, dalam studi naskah kitab suci, dari variants ini diupayakan untuk mencaritahu kira-kira dalam teks aslinya varian mana yang memang ditemukan. Karena itu, bila dalam teks-teks terjemahan modern ini ditemukan ketidaksamaan kata atau frasa, sebab terjadinya haruslah dipahami dari segi historis penyalinan ini. Orang yang tahu sejarah pewarisan teks Kitab Suci seperti ini tidak akan mempersoalkan kenyataan bahwa ada ketidaksamaan dalam versi-versi Alkitab modern.



Selengkapnya......

Rabu, 07 Mei 2008

Pengalaman Hampir Mati Seorang Ateis


Setelah George ditabrak mobil, ia dinyatakan mati। Jenazahnya diletakkan di ruang mayat selama 3 hari, hingga setelah seorang dokter melakukan autopsi di bagian perut baru bangkit kembali। Sejak itu, George beralih ke bidang penelitian mempelajari roh, dan meraih gelar doktor dalam bidang psikologi agama. Dan tidak lama setelah itu menjadi pendeta gereja Kristen ortodoks. Kini sebagai pendeta persekutuan pertama perlindungan gereja di Kota Nederland, Texas. Berikut adalah pengalamannya yang dicatat dalam karya Phillip L. Berman, “Perjalanan Pulang Kembali”.
Waktu itu, hal pertama yang saya ingat adalah mendapati bahwa diri saya berada di sebuah lingkungan yang gelap gulita. Saya tidak merasakan penderitaan jasmani, saya tetap masih ingat bahwa saya adalah George. Kegelapan ini adalah suatu hal yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Saya merasakan ketakutan yang mendalam, dan tidak pernah saya bayangkan bisa seperti ini. Terhadap diri sendiri, saya tetap merasa terkejut, namun tidak tahu di mana. Sebuah pikiran tiada hentinya terus bergulir dalam kesadaranku: Saat setelah saya mati bisa bagaimana keadaannya.
Saya telah bisa mengendalikan perasaan saya, lalu mengingat kembali semua peristiwa yang pernah terjadi. Mengapa saya berada di tengah kegelapan ini? Saya harus bagaimana? Saya lalu teringat kata-kata mutiara termasyhur Dicolle, “Aku merenung, maka itu diriku ada”. Kemudian saya merasa agak lega, karena di saat yang demikian saya baru meyakini bahwa saya masih hidup, meskipun berada di sebuah ruang dimensi yang berbeda. Kemudian saya berpikir, jika memang saya masih hidup, lalu mengapa saya tidak berpikir ke arah yang baik. Saya adalah George, dan saya berada di tengah kegelapan, namun saya tahu bahwa saya masih hidup, saya adalah diri saya. Dan saya tidak boleh berpikir ke arah yang buruk.
Kemudian saya berpikir, kegelapan, bagaimana mungkin bisa baik. Jika baik seharusnya ada cahaya. Dan tiba-tiba saya lalu berada di tengah cahaya berkilauan, cahaya yang sangat terang benderang. Warna putih yang terang benderang, sangat menyilaukan mata. Seperti cahaya blitz kamera yang begitu menyilaukan, namun tidak berkerlipan. Mula-mula saya merasa bahwa cahaya yang menyilaukan mata ini bisa membuat orang menderita, namun perlahan-lahan saya bisa mengadaptasinya. Saya mulai merasa hangat dan nyaman, segalanya tiba-tiba berubah menjadi baik sekali.
Selanjutnya saya melihat di sekeliling, molekul sedang terbang di mana-mana, atom, proton dan neutron ada di mana-mana. Di satu sisi, semua benda ini kacau balau tidak teratur, namun pada sisi lainnya, yang mendatangkan kegembiraan yang tiada tara pada diri saya adalah bahwa semua benda yang semrawut ini juga berada dalam simetri mereka sendiri. Simetri ini indah dan merupakan suatu kesatuan, Dia membuat segenap tubuhku penuh dengan kebahagiaan yang sangat. Metode keberadaan kehidupan dan kealamian yang menyeluruh hadir di depan mataku. Di saat yang demikian rasa cemas terhadap ragaku telah lenyap sama sekali, karena saya tahu bahwa saya sudah tidak membutuhkannya, pada kenyataannya dia justru merupakan rintangan bagiku dalam meninjau dunia.
Segala hal yang saya alami semuanya berpadu menjadi satu, maka dari itu sangat sulit bagi saya untuk melukiskan dengan menurut urutan peristiwa yang terjadi. Waktu sepertinya telah terhenti, dulu, sekarang, dan akan datang bagi saya sama sekali sudah bersatu dalam kesatuan yang tidak ada konsepsi waktunya. Tidak tahu kapan, saya telah melihat perjalanan seumur hidup diri saya. Dalam sekilas itu saya telah melihat seluruh kehidupan abadi diri sendiri.
Saya menyadari bahwa kehidupan ada di mana-mana, tidak hanya kehidupan dunia fana, melainkan juga kehidupan yang tak terbatas. Semua ini tidak hanya berhubungan bersama, lagi pula semuanya ini memang merupakan satu kesatuan. Saya bisa pergi ke tempat lain dalam sekejap waktu. Saya berusaha mencoba berkomunikasi dengan orang yang saya jumpai, di antaranya ada beberapa orang telah merasakan keberadaanku, namun tidak ada orang mempedulikan diriku. Saya merasa harus mempelajari filsafat dan Alkitab. Apa yang Anda inginkan, Anda bisa mendapatkannya. Dan akan datang dengan apa yang terlintas dalam pikiran Anda, saya pernah kembali ke kerajaan Romawi, Babilon, serta zaman Nabi Nuh dan Abraham (Nabi Ibrahim), semua nama zaman yang bisa Anda sebutkan, saya pernah ke sana.
Saya telah meliputi semua peristiwa dan pengalaman yang indah ini, hingga saat mereka melakukan autopsi dan menoreh bagian perutku, saya merasakan sebuah kekuatan yang sangat besar telah memegang leherku dan ditekan ke bawah, kekuatan ini demikian besarnya, sehingga saya membuka sepasang mataku, dan merasakan sakit yang sangat. Tubuh saya dingin sekali, dan mulai menggigil, lalu segera dilarikan ke rumah sakit.
(Sumber: www.zhengjian.org)




Selengkapnya......